“Pergaulan bebas menjadi salah satu pemicu terjadinya pernikahan dini , kebanyakan terjadi karena adanya kehamilan , mereka belum matang secara fisik dan mental , sehingga perlu pemahaman berkaitan aturan pernikahan,“ kata Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Tempel, H Ujang Sihabudin M.Si kepada wartahukum.id, Jumat (4/6) siang.
Menurut Ujang, ada perbedaan pemahaman di masyarakat tentang pernikahan dini. “Pernikahan dini dilakukan oleh seseorang yang belum saatnya memasuki jenjang pernikahan, sesuai pasal 7 UU pernikahan, yakni pria minimal telah berusia 19 tahun dan wanita 16 tahun. Bagi yang terpaksa menikah maka solusinya harus meminta dispensasi nikah di pengadilan agama setempat, ini sangat kita hindari,“ beber dia.
Pendapat lain lanjutnya, ada yang memahami pernikahan dini adalah pernikahan mendadak. “Pemahaman ini tidak tepat, kalau yang demikian ini pernikahan biasa, hanya saja antara waktu daftar dan pelaksanaan kurang dari 10 hari. Kalau ada kasus tersebut maka harus ada dispensasi dari Camat setempat,“ jelasnya.
Ditambahkan kandidat Kepala KUA Teladan DIY ini, pernikahan bagi calon pengantin yang umurnya belum ideal, harus ada izin orang tua. “Bagi pria dan wanita yang masing – masing umurnya kurang dari 21 tahun dan 19 tahun , pernikahan bisa dilangsungkan atas izin orang tua, dibuktikan dengan telah diisinya blangko N5 yang disediakan di KUA,“ imbuhnya.
Sebagai upaya menekan terjadinya pernikahan dini tersebut KUA Tempel telah mencetuskan gerakan 3S (Setop pernikahan dini, Stop hamil di luar nikah dan Stop KDRT) beberapa waktu lalu.
“Upaya kita, beberapa waktu lalu telah diluncurkan gerakan 3S, salah satunya melalui sosialisasi UU pernikahan, UU perlindungan anak dan UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga kepada siswa – siswa SMA. Selain itu ada pula kursus para calon pengantin sebelum melangsungkan pernikahan“ tandasnya. (WH2).
(wm.tpl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar